MEMBACA PRAMUKA DARI SUDUT BUDAYA
Ditulis tanggal 30 Aug 2021 | Dibaca 1920 kali
Oleh Hananto Widhiaksono,
S.Sos
Ketua Pinsakoda Pramuka
SIT Jawa Tengah
Sebagai seorang Pramuka saya berani menyatakan diri
sebagai Pramuka Sejati. Hampir semua keluarga kami adalah Pramuka dan kami
menapaki langkah sebagai Pramuka dari Siaga, Penggalang, Penegak hingga Pandega. Sampai-sampai dalam pembentukan
keluarga, saya mendapat keluarga besar ternyata juga keluarga Pramuka. Ayah Mertua
seorang Pelatih Pramuka sebagaimana ayah kami, istri pun juga seorang Pramuka.
Pramuka boleh dikata sudah menjadi kultur dalam keluarga kami. Oleh sebab itu
pada hari Pramuka ke-60 ini, kami ingin menulis tentang Pramuka dari sudut
budaya.
Pramuka sesuai UU Gerakan Pramuka nomor 20 tahun 2010 pada pasal 11 menyebutkan Pendidikan
kepramukaan dalam Sistem Pendidikan Nasional termasuk dalam jalur pendidikan
nonformal yang diperkaya dengan pendidikan nilai-nilai Gerakan Pramuka dalam pembentukan
kepribadian yang berakhlak mulia, berjiwa patriotik, taat hukum, disiplin,
menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa, dan memiliki kecakapan hidup.
Secara singkat pendidikan kepramukaan bertujuan untuk
pembentukan karakter, kebangsaan dan kecakapan. Bagi anggota dewasa seperti pembina,
pamong, instruktur dan pelatih harus memahami ini.
Pramuka bukan hanya
membentuk karakter tapi juga pembentukan jiwa kebangsaan dan membekali
kecakapan. Tiga bekal inilah yang kita berikan kepada para peserta didik
anggota muda Gerakan pramuka dari Siaga, Penggalang, Penegak hingga Pandega. Terkait pembentukan karakter maka hal ini bisa kita lihat
bahwa pada Gerakan Pramuka berupaya menanamkan nilai hidup pada peserta didik
dalam wujud kode moral dan kode kehormatan Gerakan Pramuka berupa satya dan
darma Pramuka. Pada Siaga melalui Dwi Satya dan Dwi Darma.
Pada pramuka Penggalang,
Penegak, Pandega termasuk anggota Dewasa Gerakan Pramuka adalah Tri Satya dan Dasa
Darma. Tri Satya, didalamnya tercantum kata-kata sebagai berikut:
Demi kehormatanku aku berjanji akan bersungguh-sungguh :
1. Menjalankan kewajibanku terhadap Tuhan dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, dan menjalankan Pancasila.
2. Menolong sesama hidup dan ikut serta membangun masyarakat
3. Menepati Dasa Darma
Setiap kali seorang Pramuka mengucapkan Tri Satya dalam
sebuah upacara pelantikan maka serta merta Pramuka yang lain menghormat
kepadanya tanpa harus diperintah. Hormat yang diberikan ini bukan hanya untuk
menghormat yang bersangkutan tetapi lebih kepada keberaniannya dalam
mengucapkan janji yang bila tidak ditepati maka ia akan kehilangan jati diri
dan kehormatannya.
Penanaman nilai Satya dan Darma perlu
lebih ditekankan kembali pada saat sekarang. Sering sekali saya sebagai
pembina, melihat dalam sebuah kegiatan latihan atau perkemahan para Pramuka
dengan mudahnya meninggalkan kewajiban shalat padahal itu adalah salah satu
kewajibannya terhadap Tuhan. Kegiatan-kegiatan yang dilangsungkan kadang-kadang
atau bahkan sering melanggar dan melabrak waktu-waktu shalat. Maka Bagaimanakah
Apabila kewajiban pertama yang harus dilaksanakan tetapi ditinggalkan? Tentu
diragukan kemampuannya untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban yang lain.
Hal menarik bagi kami adalah bagaimana bahwa kecakapan
adalah bagian dari tujuan Pendidikan kepramukaan. Orang yang cakap adalah orang
yang punya keterampilan. Orang yang punya keterampilan maka hidupnya akan
mudah. Siap menghadapi hidup bagaimanapun sulitnya kehidupan. Seorang yang
punya keterampilan mempunyai kemampuan hidup untuk membantu orang lain. Ada
sebuah kisah menarik yang biasa kami sampaikan kepada peserta didik sebagai
bingkai dalam kegiatan latihan kami saat melatih tali temali.
Sebuah kisah
nyata yang terjadi di Air terjun Niagara. Cerita ini tertulis dalam buku Scouting
For Boys karya Bapak Pandu Dunia Lord Baden Powell. Cerita tersebut kurang
lebih demikian, ada satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan seorang anak
laki-laki yang sedang berwisata di air terjun Niagara. Saat itu sungai di air
terjun Niagara sedang dalam kondisi beku dan menjadi es.
Sehingga satu keluarga
tersebut berjalan di atas sungai yang telah menjadi es. Namun, tidak disangka
terjadilah es tersebut retak dan membuat satu keluarga tadi jatuh ke dalam
sungai dan terbawa arus. Para pengunjung lain yang melihat kejadian berupaya
menolong. Dan ada kesempatan untuk menolong saat berada dibawah jembatan.
Kemudian beberapa penolong melemparkan tali ke pada keluarga korban. Sang Ayah yang
bisa menangkap tali kemudian berhasil mengikatkan tali kepada si anak namun saat
diangkat tali terlepas dan kemudian si anak akhirnya terjun bebas dan hanyut
terbawa sungai, tali kemudian dilemparkan pula pada sang ibu yang kemudian juga
diikat oleh sang ayah. Namun kejadian yang sama berulang sang ibupun jatuh dan
kemdian juga meninggal.
Tinggal sang ayah yang tersisa namun saat akan menali
dirinya sang ayah ayah sudah kedinginan dan mungkin terkena hypothermia dan
akhirnya juga meninggal. Apa yang bisa diambil dari hikmah certita diatas?
Bahwa kemampuan tali temali sederhana sangat diperlukan. Sebagaimana kita
ketahui tali temali yang diajarkan oleh pramuka adalah tali umum yang bisa
digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Tali yang mudah diikatkan dan juga mudah
untuk dilepaskan. Bayangkan bagaimana dapat terselamatkan satu keluarga tadi
bila sang Ayah mempunyai kemampuan tali temali yang bagus, atau penolong sudah membuat simpul dan sang Ayah tinggal
mengikatkannya pada sang anak dan ibu, tentu banyak yang akan terselamatkan.
Tentang kebangsaan ini adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam
Pendidikan karakter. Nilai kebangsaan menjadi nilai budaya dalam Pramuka yang
tidak terpisahkan. Secara mentifat
tertuang dalam Trisatya bahwa seorang Pramuka dalam janjinya akan
bersungguh-sungguh menjalankan kewajibannya kepada Tuhan dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Secara sosiofact
tampak pada penamaan golongan peserta didik yang berasal dari sejarah
perjuangan bangsa. Mulai dari penyiagaan kemerdekaan (Siaga), penggalangan
persatuan bangsa (Penggalang), hingga
masa penegakan kemerdekaan bangsa Indonesia (Penegak) hingga setelah merdeka kita harus memandegani
pembangunan kemerdekaan (Pandega). Dalam upacara-upacara latihan pramuka semua
golongan maka selalu melakukan penghormatan kepada Bendera Merah Putih dan juga
pelafalan Pancasila. Secara artefact,
wujud kebangsaan ada pada setangan leher
merah putih yang merupakan warna bendera Republik Indonesia.
Dalam Pramuka juga
sangat mengangkat kebhineka tunggal ikaan dengan saat ini Gerakan Pramuka telah
mengakomodir adanya Satuan Komunitas yang merupakan organisasi pendukung
Gerakan Pramuka yang berasal dari berbagai golongan masyarakat berbasis
profesi, aspirasi dan agama. Tentu ini adalah upaya kemajuan Gerakan Pramuka untuk
mendukung kebhinekaan yang ada di Indonesia dan disatukan melalui Gerakan
pramuka.
Itulah beberapa wujud budaya berupa mentifact, sosiofact dan artefact dalam pendidikan kepramukaan
dan bagi kami adalah sebuah pendidikan berharga sebagai bekal untuk menghadapi
masa depan.
Selamat Hari Pramuka, Jaya Pramuka, Jayalah Indonesia.